Bertemu teman, menemukan kawan

Sela

Ah, Orang Kota: Kisah Sang Primadona

Sebuah kekagetan lain yang pernah dialami kawan saya yang lain lagi lebih menarik. Ketika itu ia dan beberapa kawan-kawannya pergi ke sebuah pedesaan di Jawa dalam rangka tugas studi barang beberapa minggu.

Pada suatu malam ternyata di lapangan desa tersebut ada pertunjukan seni tari-tari tradisional yang konon para penarinya –yang terdiri dari gadis-gadis muda– dibuat sedemikian rupa oleh sang pawang dari kelompok kesenian tersebut sehingga memasuki kondisi trance dan dalam kondisi itu sang penari melakukan hal-hal yang agak beraroma supranatural seperti makan kemenyan yang sedang membara dan minum air kembang sembari tetap menari dengan gerakan yang sensual menggoda. Apalagi para penari tersebut memakai celana pendek ketat dengan tinggi beberapa sentimeter di atas lutut.

Kawan saya yang sedang tugas studi tadi nampak (dan mengaku) terpesona dengan salah seorang anggota penari tradisional tersebut yang ternyata memang primadona kelompok tari itu karena memang nampak menawan, menggoda, dan memesona.

Dengan tekad bulat kawan saya berusaha gimana caranya agar bisa berkenalan dengan Sang Primadona. Setelah menunggu dengan sabar sampai acara selesai –yang berarti kondisi Sang Primadona yang kelelahan karena habis trance itu pulih kembali– dan saat itu terjadi artinya saat malam sudah akan berganti dini hari, akhirnya kawan saya bisa berkenalan dengan Sang Primadona itu, menanyakan alamatnya serta berjanji akan datang ke rumah besok sore.

Tentu saja Sang Primadona ini menerima dengan senang hati, lha wong yang menanyakan alamat dan ingin bertandang ke rumahnya adalah seorang cah bagus dari kota je

Singkat cerita keesokan sorenya kawan saya itu -setelah berdandan rapi manis dan tentu saja wangi- dengan semangat dan deg-deg-an berkunjung ke rumah Sang Primadona. Setelah sampai di tujuan dan berjumpa dengan Sang Primadona apa yang terjadi?

Mungkin kata-kata yang tertulis nanti agak offensif, tapi itu yang keluar dari pengakuan kawan saya.

Ketika bertemu dengan Sang Primadona di rumahnya, ternyata penampilan Sang Primadona amat jauh berbeda dari apa yang terlihat semalam. Walaupun tahu kalau yang dihadapannya ini adalah orang yang sama dengan Sang Primadona yang tadi malam diajak berkenalan oleh kawan saya, Sang Primadona terlihat begitu sangat tidak menawan, tidak menggoda, dan tidak memesona.

Hidung yang semalam tampak bangir menantang, saat itu sama sekali tidak nampak bangir. Sepasang mata yang semalam tampak indah berkilau, saat itu nampak biasa banget. Bibir yang tipis menggoda, saat itu sama sekali tidak nampak.

Walhasil, dengan alasan masih sibuk dengan laporan yang berkaitan dengan tugas studinya, dengan sangat terpukul kawan saya pamit pulang kembali ke rumah seorang perangkat desa setempat, di mana selama ini kawan saya itu menginap.

Sesampainya di rumah perangkat desa itu, kata kawan saya, ternyata Pak Perangkat Desa telah menunggunya dengan senyum menahan geli. Sebelum kawan saya bicara, Pak Perangkat Desa lebih dahulu memotongnya sambil cengar-cengir dengan pertanyaan,”Piye Mas? Kaget? Beda adoh yo?

Kepada kawan saya, Pak Perangkat Desa menjelaskan bahwa apa yang semalam dilihat kawan saya itu tidak lebih adalah sebuah rekayasa supranatural yang lebih umum disebut dengan pengasihan dan/atau penglarisan. Sehingga Sang Primadona nampak sangat menarik.

Tujuannya agar Sang Primadona bisa menarik banyak pengunjung sehingga kelompok tari tradisional tersebut akan banyak memperoleh order untuk tampil di mana-mana. Jadi selain pengasihan, fungsinya juga sebagai penglaris.

Demikianlah yang dikisahkan kawan saya. Sampai sekarang dia amat yakin kalau dirinya sudah menyaksikan secara langsung ampuhnya efek pengasihan tersebut. Walaupun saya sendiri lebih yakin bahwa efek make-up, pencahayaan panggung, kondisi malam yang tidak terlalu terang, dan juga kondisi kawan saya yang waktu itu sudah sangat mengantuklah yang membuatnya seolah-olah terkena efek pengasihan itu.

Catatan:  Ini adalah posting blog awal saya ketika pertama kali punya domain sendiri, pada 15 Januari 2007. Diposting ulang dalam rangka Hari Blogger Nasional 27 Oktober 2012

4 Comments

  1. hahahah bener mas, ya di era sekarang pun masih banyak yang menggunakan itu di kota kota besar. miris juga sih tapi palinggak mereka nguri nguri kabudayan :p

    • temukonco

      Iya Mas, malah kuwi sing penting.. Nguri-uri kebudhayan.. Sapa tau kelak cara-cara perempuan untuk mempercantik diri bisa menggunakan metode-metode alternatif seperti ini.. Maturnuwun sudah mampir yaa..

  2. aku pernah juga nyaris kapusan. gara-gara dolan neng Mangkunegaran trus kenalan sama penarine. Sesuke tak parani neng kos’e jebul biyasa tenan. etapi iki asline tentang gimana cara melihat seseorang wae sih.

    • temukonco

      biyasane piye? saya kudu liat penampakannya dulu sih.. 😀

1 Pingback

  1. Saweran | TemuKonco

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.