Bertemu teman, menemukan kawan

Sela

Kampanye Hitam, NO! Kalau Kampanye Negatif?

Perbedaan Kampanye Hitam dan Kampanye Negatif

phil1256 / Pixabay

Beberapa saat setelah saya posting tentang beda Kampanye Hitam dan Kampanye Negatif, ada beberapa kawan yang mengajukan pertanyaan menarik.  Pertanyaannya seperti ini:

OK, kita sama-sama sepakat kalau Kampanye Hitam jelas tidak boleh karena bohong dan fitnah. Kemudian, bagaimana dengan pihak-pihak yang melakukan Kampanye Negatif? Apakah Anda setuju?

Jujur saja, saya tidak menyangka bakal ada kawan yang bertanya seperti ini. Sebab niat menulis posting tersebut lebih karena gemes melihat banyak pihak, dan bahkan media massa, tak bisa membedakan antara Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam, bahkan sering mempertukarkan penggunaannya di media mereka.

Lha kalau media massa saja ada yang tidak dapat membedakan hal tersebut, bagaimana dengan masyarakat biasa yang tak jarang aliran informasi utama yang mereka andalkan hanya dari media massa?

Lalu muncullah pertanyaan mengenai pendapat saya tentang Kampanye Negatif yang berisi informasi tidak dusta dan benar, namun memiliki nilai atau berdampak negatif terhadap salah satu calon. Apakah saya setuju dengan kampanye model ini?

Karena aktivitas politik praktis saya (sebagai individu yang calon dipilih, bukan jadi pemilih) sejauh ini paling mentok adalah ikut pencalonan ketua himpunan mahasiswa jurusan di fakultas (dan seperti bisa ditebak, saya kalah dengan seksama), maka saya tidak pernah merasakan sekencang apa sih “angin di atas sana”. Kondisi angin di posisi orang yang mencalonkan diri sebagai presiden sebuah negara.

Oleh karenanya, logika yang saya gunakan menjawab pertanyaan sikap saya tentang setuju atau tidak dengan kampanye negatif adalah logika bodhon alias logika yang sangat sederhana yang biasanya mudah diterima semua pihak.

Saya menganalogikan pemilihan presiden seperti pemilihan idol-idol-an yang pemenangnya ditentukan banyaknya jumlah vote sms dan  telepon dari para penonton yang masuk.

Setelah selesai bernyanyi, diberi masukan oleh para komentator, dan berramah tamah sebentar dengan pembawa acara, kontestan lalu mengkampanyekan dirinya kurang lebih seperti ini:

Hai, aku Karyo Kendhang. Beli duku beli kedondong, pilih aku dong. Suka dengan penampilanku? Kirim sebanyak-banyaknya dukungan ke aku via SMS dengan mengetik Karyo <spasi> Kendhang ke nomer xxxx atau langsung telpon ke xxx ya.. Terima kasih

Walau mungkin terdengar norak, tapi itu adalah kampanye positif yang dilancarkan oleh Karyo Kendhang supaya publik mendukung dan memilih dia.

Bandingkan jika kontestan tersebut berkampanye seperti ini:

Hai, aku Karyo Kendhang kalau mau dukung  via SMS dengan mengetik Karyo <spasi> Kendhang ke nomer xxxx atau langsung telpon ke xxx ya. Eh tapi saya kasih tau deh, sebaiknya jangan dukung si Larso Lethek lho, kalian dengar kan tadi pas dia nyanyi, pitch control-nya kacau, terus falsetto-nya juga enggak beres, udah gitu mau sok-sok melisma suaranya geter. Ancur banget dah. Jadi doi jangan dipilih ya…

Itu tadi bisa termasuk kampanye negatif yang dilancarkan Karyo Kendhang ke Larso Lethek, karena memang kondisi-kondisi yang disebutkan tadi terjadi dan ada saat Larso Lethek tampil.

Memang efeknya sangat negatif buat Larso Lethek, tapi apakah kemudian serta merta akan membuat semua suara berpindak ke Karyo karena kampanye tadi?

Belum tentu juga.

Bisa jadi malah beberapa orang yang semula mendukung Karyo malah menarik dukungannya karena tidak simpati dengan kampanye negatif seperti itu.

Ada juga kemungkinan mereka yang belum memutuskan memilih, akan memberikan suaranya pada Larso karena kasihan sebab dia dizholimi.

Atau bisa juga ada yang memutuskan untuk tidak memberikan suaranya sama sekali kepada kedua kontestan ini, sebab yang satunya suaranya remuk, sementara yang satunya lagi walau suaranya lebih lumayan tapi suka mengejek kontestan lain yang suaranya remuk.

Dengan kemungkinan-kemungkinan yang sama-sama tak pasti itu, menurut saya, mengapa harus menghabiskan energi dengan memaparkan keburukan kontestan lain? Toh, dalam kasus kontestan idol ini, pasti penonton bisa tahu kok siapa yang suaranya bagus siapa yang pitch control-nya njepat.

Ketimbang seperti itu, mending para kontestan fokus pada apa yang dapat mereka tampilkan dari diri mereka sendiri secara maksimal hingga mampu membuat

Lalu, bagaimana dengan track record para kontestan, kan penonton tak banyak yang tahu?

Menurut saya itulah gunanya panitia penyelenggara idol-idolan tadi. Mereka yang harusnya secara fair menyediakan informasi apapun mengenai kontestan yang sedang berlaga.

Sehingga para penonton dapat menilai tidak hanya dari penampilan yang hanya beberapa menit saja sepanjang lagu, namun bisa menilai latar belakang, asal muasal, dan lain sebagainya yang akan memperkuat keputusan akan mendukung seorang kontestan atau tidak.

Lha kemudian, jika saya (orang yang ingin mendukung salah satu dari kedua kontestan) mengemukakan dan menulis hal-hal yang kurang saya sukai dari salah seorang kandidat yang saya sukai, dan semua itu berdasarkan data dan fakta yang valid, menurut saya itu tidak bisa dikatakan kampanye negatif.

Sebab itu adalah hasil dari usaha saya “meneliti” para kontestan berdasarkan data yang ada, kemudian disimpulkan agar dapat menjadi pertimbangan kontestan mana yang akan saya pilih. Salah para kontestan sendiri, kenapa punya track record jelek kok nekat ikut acara idol-idolan. Dipikir enggak bakal ketauan apa?

4 Comments

  1. Mas temukonco emang idolaku!!!
    wes meh ngomong ngono thok wae hihihi

  2. Ini postingan, sama dengan postinganku pak, tapi mungkin punyaku lebih sinis hahaha

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.