Bertemu teman, menemukan kawan

Fiksi, Musik

Via Vallen – Nella Kharisma

Via Vallen - Nella Kharisma

Via Vallen - Nella Kharisma

Cuaca Yogyakarta yang beberapa hari ini tak menentu, membuat badan rasanya tidak fit. Lemes, inginnya cuma klumbrak-klumbruk alias tidur-tiduran saja sepanjang hari.


Ini masih ditambah dengan gatal-gatal di tenggorokan yang mengundang batuk grak-grok susul menyusul. Saking dahsyatnya serangan batuk, sampai-sampai batuk nakal ini sampai membuat terbangun di malam hari.

Karenanya, sepulang kantor sore ini nampaknya saya kudu sowan ke angkringan Lik Ngadiyo. Susu jahe anget tanpa gula olahan tangan dinginnya bakal ampuh mengusir gatal-gatal yang membandel di tenggorokan ini.

Selepas Maghrib, saya meluncur ke angkringan yang sempat heboh karena punya menu spesial kopi joss dari arang pohon semangka. Agak membelah gerimis yang turun di tengah perjalanan sih, tapi namanya sudah niat, ya lanjut terus!

Selain Lik Ngadiyo, di angkringan ini ada dua pemuda tanggung sedang asik ngobrol sambil sesekali melihat layar gawai mereka. Nampaknya mereka sudah lumayan lama di sini karena pakaian mereka nampak kering, tidak ada jejak-jejak gerimis di sana.

Dugaan itu jadi sebuah kebenaran ketika Lik Ngadiyo langsung melempar pertanyaan ke saya yang bahkan belum sempat meletakkan pantat di bangku angkringan itu.

Ha iki, mbangane eyel-eyelan ra rampung-rampung, mbok takon karo Mas e iki.” ujar Lik Ngadiyo ke mereka sambil menggerakkan dagunya ke arah saya.

“Sebentar Lik,” sambil mendaratkan pantat ke bangku angkringan, “ini masalah e apa to? Iya kalo saya bisa njawab, kalo endak kan saya isin, dan Mas-mas e ini mesakke.”

“Ya siapa tahu njenengan bisa jawab Mas. Mbangane kit panas ngenthang-ngenthang tadi, nganti udan gerimis koyo ngene ki ra rampung-rampung le udur.”, jelasnya sambil meraih gelas bersih, “Minum apa Mas?”

“Susu jahe anget tanpa gula, Lik.”

“Memang kalian udur tentang apa?” tanya saya ke dua pemuda tanggung itu.

“Anu Mas,” pemuda yang kita sebut saja si A, ingah-ingih menjawab, ”cuma bab Via Vallen dan Nella Kharisma, kok.”

Dalam hati saya bersyukur karena ternyata yang mereka ributkan bukan tentang Vini Jeketi yang dicopot dari jabatan kapten katri lalu diturunkan ke tim traini, sementara ada member yang melakukan kesalahan serupa tetap aman-aman saja.

“Lha emang kenapa Via Vallen dan Nella Kharisma? Rak apik kabeh to mereka itu?”

“Ya ora Mas! Tep apik Via Vallen. Jauh!” sergah si B yang awalnya saya kira pendiam ternyata mudah meradang kalau pendapatnya diusik.

“Dulu memang apik. Aku ya seneng. Sekarang? Ya mending Nella Kharisma lah! Weee…” si A ngotot sampai-sampai wajahnya mengingatkan kita pada seorang kenalan kita yang entah mengapa dan tanpa alasan tertentu, rasanya kita selalu ingin menapuk cangkem-nya.

“Itu berarti kowe le seneng ra setia. Kalo seneng ya tetep seneng. Ndak gonta-ganti kalo tiap ada yang baru!”

“Lha yang ndak setia itu siapa? Salah e Via Vallen ndadak ikut-ikut nJakarta segala.”

Perdebatan yang seru dan menyenangkan karena nampaknya saya tidak harus menjawab atau menjelaskan apapun ke mereka karena pendapat mereka benar-benar tak bisa diganggu gugat nampaknya.

“Lho rak kudune itu malah bagus to?” sengit si B yang langsung dilanjutkan mengigit tempe goreng di tangannya dengan gemas.

“Bisa ke Jakarta, diakui di ibukota, masuk tivi nasional, lebih terkenal! Rak heibat to idolaku kuwi?” lanjut si B sambil mengunyah tempe goreng yang memenuhi mulutnya, sehingga suara yang keluar tak begitu jelas.

“Lha itu yang malah bikin saya tidak tresna lagi sama dia.” jelas si A dengan suara serak-serak sedih.

“Dia sudah sama kayak artis-artis ibukota itu. Jadi ada jarak dengan kami para penggemar awalnya,” lanjut A sambil mencomot gorengan, “sewaktu dia belum di tivi nasional dan dimiliki ibukota.” sambil memasukan seluruh potongan gorengan itu mulutnya.

“YES BENER… Entuk tahu, bukan tape!” seru si A.

“Oh makane terus kamu sekarang seneng e karo Nella Kharisma, yang belum nJakarta? Nembe paham aku…” setelah berjam-jam berhadapan dengan dua pemuda tanggung ini, baru sekarang Lik Ngadiyo tahu duduk perkaranya.

“Lha tapi rak ya kowe kudune seneng Via Vallen sudah kondhang. Sudah mulya sekarang?” tanya Lik Ngadiyo ke A.

“Seneng ya seneng, tapi aku khawatir dia nanti dia berubah. Bertingkah aneh-aneh kaya orang-orang itu. Ngendeli gosip e lupa karyane. Ndak sampai hati aku, Lik.” si A menjawab sambil memilih-milih gorengan di depannya.

Woh kalo masalah berubah itu ya tergantung orangnya, bukan tempatnya. Buktine ya banyak to orang di daerah yang aneh-aneh.” si B berargumen.

“Ya bener, tapi setidaknya le aneh-aneh ada di deket kita. Kita bisa bantu mengingatkan karena masih dekat.” si A mulai mengeluarkan ajian waton sulaya. Seolah-olah penyanyi idola itu dekat, sedekat tinggal satu kos dengannya.

“Nah daripada besok-besok sakit hati karena idolaku makin nJakarta, nganeh-anehi, dan lebih banyak muncul di acara gosip ketimbang di panggung musik, aku pindah Nella Kharisma wae.” sambil Si A kembali mengambil sepotong gorengan dan memasukkannya langsung ke mulutnya.

“JOSSS… Tahu lagi, bukan tape. Keliatannya aku titis membedakan gorengan tahu dan gorengan tape, Lik.” cengirnya ke Lik Ngadiyo.

Titis piye, lha wong hari ini ndak ada tape. Itu cen tahu semua kok.” balas Lik Ngadiyo dengan cengiran mengejek si A.

“Kalo njenengan, pripun Mas? Via Vallen atau Nella Kharisma?” tanya Lik Ngadiyo.

Akhirnya pertanyaan itu dilemparkan juga ke saya. Lik Ngadiyo dan dua pemuda tanggung itu semua diam, benar-benar menanti jawaban saya.

Iki kudu milih ya? Ndak boleh dua-duanya?”

Ha kudu Mas!” sambar si B.

Wah!

“Pilihan berat e ini. Dua-duanya ayu nggemeske. Gemeget-lah pokmen.”

“Terus le njoget itu ndak saru, tapi njondil-njodil kecil imut lucu kae. Marakke pengen menyayangi dan melindungi tenan.” semua keterangan yang sudah jelas itu sengaja saya paparkan lagi buat mengulur-ulur mau memilih siapa.

“Tapi kalau harus memilih dengan alasan yang satu nJakarta yang satu daerah, kok saya lebih milih Mas Didi Kempot ya?”

“Lho kok Didi Kempot?” A dan B nyaris serempak bertanya.

Luweh, Mas…” Lik Ngadiyo juga kagol dengan jawaban ini.

“Lho iya, karena Didi Kempot sudah terbukti dan teruji,” saya menyruput susu jahe anget tanpa gula yang lama banget dinginnya sehingga saya terjebak dalam pertanyaan berat tadi.

“Mau di daerah, mau nJakarta, mau luar negeri sampai Taiwan, Suriname, Hongkong, dia tetap Didi Kempot. Dia tidak tercerabut dari akarnya.” susu jahe anget tanpa gula yang ternyata tetap manis karena susu kental manisnya dikasih banyak sama Lek Ngadiyo itu, saya sruput lagi.

“Apa pernah dengar gosip aneh-aneh di tivi tentang Didi Kempot? Endak kan?”

Sebenernya ini bukan pertanyaan retoris, tapi daripada keburu disamber dua pemuda ngeyelan ini.

“Karya juga jalan terus, manggung lancar.” saya iseng sambil memilih-milih gorengan, dan Lik Ngadiyo benar, ini tahu semua ndak ada tapenya. Untung ada pisang goreng.

“Doakan aja semoga Via Vallen dan Nella Kharisma bisa nggendera kayak Mas Didi Kempot, tidak perduli mau nJakarta atau daerah.” pisang goreng yang saya ambil jebul rada keras. Mungkin karena hujan.

“Kembali ke masalah pilihan, tanpa bermaksud membela salah satu dari Mbak-mbak ayu itu, sebenarnya jaman sekarang itu tanpa ke Jakarta, penyanyi seperti Via Vallen dan Nella Kharisma bisa ‘hidup’ dengan layak di daerah kok.” pisang yang keras ini ternyata enak. Kalau dipanasin pasti lebih sip sih.

“Contohnya ndak usah jauh-jauh, lihat aja YouTube-nya Nella Kharisma yang Jaran Goyang itu. Viewers-nya 60 jutaan!” lanjut saya sambil mengemplok sisa pisang goreng di tangan.

Dua orang pemuda tanggung itu langsung mengakses YouTube dari gawai mereka. Syukurlah, mereka tidak cuma bisa ngeyel, tapi kuota punya juga memadai. Semoga mereka tidak gampang diblasukkan para penyebar hoax.

“Woh, iya e…” seru si B. Nampaknya ia akan membuka YouTube Via Vallen, wah bisa rame lagi ini rembugannya. Harus segera dialihkan!

“Bandingkan dengan siapa itu, ‘seleb’ Jakarta yang bikin video klip naik kuda sambil pake beha tok itu? Liat deh viewers-nya berapa?” entah mengapa saya teringat video klip yang “unik” itu.

Whelhaaa… Kok ndak ada separonya ini viewer-nya?” seru si A.

“Woh padahal wis direwangi Mbak e ngligo ya Mas?” Lik Ngadiyo turut berkomentar setelah melihat video itu.

“Itu berarti tanpa harus ke Jakarta, seorang artis mungkin saja bisa dapat penggemar yang melebihi ‘seleb’ yang ada di Jakarta.” saya melanjutkan sambil memilih-milih sate. Obrolan ini membuat lapar.

“Jaman sudah canggih, apalagi untuk artis-artis seperti Via Vallen dan Nella Kharisma. Jarak dan tempat itu tidak masalah, dan tidak perlu dipermasalahkan oleh para fansnya.” Saya masih sambil memilih-milih sate. Kenapa hari ini juga tidak ada sate brutu?

“Lik, kok ndak ada sate brutu to?”

Brutu sama ceker habis e Mas. Tadi sebelum Maghrib diborong anak kos ulang tahun. Ha mbok sate yang lain aja.” Lik Ngadiyo memang salesman handal.

“Lho tapi ini Via Vallen videonya 70-jutaan, lebih besar dari Nella Kharisma. Berarti ngefek dong Mas, ke Jakarta itu?” mendadak si B menunjukkan layar gawainya yang sedang memutar YouTube yang tadi sengaja saya alihkan ke “seleb” berkuda itu.

Wah luput saya. Repot ini.

“Bisa jadi ngefek, bisa juga enggak.” Saya mulai ketularan mencari-cari jurus waton sulaya juga ini.

“Dibilang ngefek karena bisa jadi 10 jutaan viewers itu adalah orang-orang yang baru mengenal Via Vallen setelah muncul di televisi nasional.” saya ndak jadi mengambil sate.

“Tapi bisa juga enggak. Karena kalau dipikir-pikir, misalnya Via Vallen tidak lebih dulu terkenal di daerah, tapi langsung mak jegagig lahir dan jadi penyanyi dangdut di Jakarta, berapa peluang dia bisa dapat viewers sebesar itu hanya dalam waktu hitungan bulan?”

Kedua pemuda itu manggut-manggut, Lik Ngadiyo sibuk menata sate-sate dan gorengan agar kembali angkringannya bisa nampak masih penuh hidangan, setelah diborong anak kos ulang tahun itu.

Sampun Lik, berhitung ya. Susu jahe anget tanpa gula, sama pisang goreng.” saya segera membayar dan berlalu dari sini sebelum ada pertanyaan lain dari dua pemuda itu yang entah saya bisa jawab apa tidak.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.