Bertemu teman, menemukan kawan

Sela

Workshop Penulisan Cerpen oleh Indra Tranggono

Workshop Penulisan Cerpen oleh Indra Tranggono

Pre-event Festival Sastra Yogyakarta atau Joglitfest 2019 kembali digelar Selasa (10/09) kemarin bertempat di Sekretariat Jejak Imaji, Prenggan Selatan, Kotagede,Yogyakarta.

Setelah beberapa Sabtu (07/09) lalu digelar Workshop Penulisan Puisi  oleh Joko Pinurbo, kali ini kegiatan yang berlangsung dari jam 10:00 hingga 14:00 WIB adalah Workshop Penulisan Cerpen, yang disampaikan oleh Indra Tranggono.

Sebagi pembuka Workshop Penulisan Cerpen Festival Sastra Yogyakarta (Joglitfest) 2019 ini, Indra Tranggono mengutip pertanyaan sederhana dari Umar Kayam, salah satu sastrawan andal Indonesia.

Pertanyaan sederhana tersebut kurang lebih seperti ini: “Dalam menulis, kowe kuwi arep matur apa? (Hendak bicara apa?)”

Pertanyaan sederhana Umar Kayam itu, menurut Indra Tranggono, menggedor kesadaran bahwa menulis cerita pendek adalah berkomunikasi dengan pembaca.

Dalam menulis, kowe kuwi arep matur apa? (Hendak bicara apa?)

Umar Kayam

Seperti jamaknya aktivitas komunikasi, ada ide atau gagasan yang disampaikan. Baik itu ide sosial maupun ide estetik. Ide sosial maksudnya yang berkaitan dengan dinamika permasalahan kehidupan manusia dan masyarakat. Sementara yang dimaksud ide estetik adalah simbol, idiom yang mewujud bahasa. Ungkap pria kelahiran Yogyakarta ini, mengutip pendapat Ashadi Siregar.

Acara yang diikuti kurang lebih 30 orang peserta ini dibagi dalam dua sesi diskusi. Beberapa peserta juga diberi kesempatan membacakan karya cerita pendeknya di hadapan para peserta lain.

Bersama Wika G. Wulandari sebagai moderator, Indra Tranggono menegaskan pada para peserta bahwa untuk menjadi seorang penulis cerita pendek, tidak cukup kalau hanya mengandalkan bakat alam saja.

Sebab, dunia penulisan cerpen pada hakikatnya adalah dunia keilmuan yang didukung cara pandang visioner, imajinasi, praktik, dan tentu saja teknik. Itu membuktikan kalau menulis cerita pendek tak bisa mengandalkan bakat alam dan warisan pengalaman belaka.

Seusai kegiatan workshop, Wika G. Wulandari menyempatkan diri berbagi pandangan mengenai pentingnya posisi seorang penulis cerpen di masa kini. Menurutnya, seorang posisi penulis cerpen penting karena mereka adalah para perekam “rasa” dan peristiwa.

Menurutnya, sesuatu yang didokumentasikan atau direkam dalam bentuk cerpen akan lebih efektif menyentuh kesadaran pembaca. Sebab wacana-wacana dalam bentuk berita, biasanya menjenuhkan.

Karenanya, di tengah zaman seperti yang sibuk, cenderung bergegas, dan serba pragmatis ini, Wika merasa perlu menghidupkan kembali ruang-ruang tempat berlangsungnya hal-hal yang dapat memberikan hiburan, dan dalam hal ini, cerita pendek adalah salah satunya.

Wika juga berpesan pada para peserta bahwa untuk menjadi seorang penulis pelu memiliki kesiapan fisik dan mental. Ini ada kaitannya dengan karya penulis yang telah terpublikasi dan dinikmati khalayak. Apabila karya tersebut telah terpublikasi dan dinikmati khalayak, penulis tidak lagi punya kewengan untuk membela karyanya.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.