Hari Pertama Jogja Festivals Forum And Expo (JFFE) 2020 digelar secara hybrid yaitu perpaduan luring di Pendopo Royal Ambarrukmo, dan daring di www.jogfestforumexpo.com, Selasa kemarin (17/11).
Perhelatan yang berlangsung pada 17 – 20 November 2020 ini mengundang sekitar 70 festival-festival lain se-ASEAN.
JFFE pertama kali diinisiasi tahun lalu oleh Jogja Festival. Jogja Festival sendiri didirkan pada 21 September 2014, untuk kemudian pada 9 Maret 2017 diresmikan oleh 15 festival yang ada di Jogjakarta dan aktif berpartisipasi dalam proses kreatif di Indonesia.
Untuk tahun ini ada dua tujuan utama. Pertama, menyusun strategi dan mitigasi penyelenggaraan festival di Yogyakarta dan di ranah regional ASEAN, yang mencakup ketahanan dan keberlangsungan penyelenggaraan festival seni budaya di tengah dan pasca pandemi.
Kedua, membangun representasi suara regional ASEAN melalui pegiat festival di forum dunia yang selama ini hanya terwakili di ranah-ranah sektoral.
Saat opening ceremony JFFE 2020, Jogja Festivals Chairman, Heri Pemad mengatakan, “JFFE 2020 memasukkan agenda strategis festival dalam perhelatan ini sebab kami merasa perlu membangun komunikasi dengan pemangku kepentingan.”
Menurutnya JFFE 2020 dapat menjadi forum solidaritas festival di ASEAN untuk menemukan solusi dan menjadi inspirasi di tengah ketidakpastian dan keterbatasan di tengah pandemi Covid-19. JFFE tahun ini ingin mengajak semua pemangku kepentingan berpikir perihal kelangsungan festival di masa pandemi dan pasca pandemi.
ASEAN menjadi agenda dalam JFFE 2020 tidak lepas dari fakta, sejumlah festival di Yogyakarta kerap dijadikan pusat studi banding untuk sektor ekonomi kreatif oleh pemerintah dari berbagai negara anggota ASEAN.
Penasihat Jogja Festivals, KPH Purbodiningrat, mengatakan JFFE 2020 yang digelar dalam adaptasi kebiasaan baru justru menjawab tantangan situasi sosial dan ekonomi global saat ini.
“Kemajuan teknologi memungkinkan terjadinya pelibatan peserta festival yang lebih luas,” ucapnya.
Asisten Bidang Perekonimian dan Sekretariat Daerah DIY Tri Saktiyana mengungkapkan festival menjadi ikon di sejumlah kota-kota di dunia. Yogyakarta dengan segala potensinya memiliki wadah bernama Jogja Festivals.
“Sampai hari ini, Jogja Festivals menjadi satu-satunya platform untuk ekosistem festival di Indonesia,” tuturnya.
Ia pun berharap JFFE 2020 bisa menjadi ajang berbagi pengalaman antara pemangku kepentingan dan pegiat festival di masa pandemi, serta menjadi tempat bersandingnya budaya dan inovasi.
Ada dua sesi diskusi panel yang dilaksanakan di Hari Pertama Jogja Festivals Forum And Expo (JFFE) 2020 kemarin.
Sesi pertama bertema 2020 ASEAN Focus, dengan keynote speaker Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid.
Menurut beliau, seni dan budaya di ASEAN dipengaruhi beragam budaya. Strategi kunci untuk pengembangan seni dan budaya di kawasan ini antara lain melibatkan pemangku kepentingan untuk mempromosikan identitas dan pola pikir ASEAN. Sehingga orang lebih mengapresiasi sejarah, budaya, seni, tradisi, dan nilai yang dimiliki komunitas ASEAN.
“Selain itu, mempromosikan keberagaman di ASEAN untuk mencapai pemahaman bersama mengenai budaya yang bisa meminimalkan atau bahkan menghilangkan rasisme,” kata Hilmar.
Pada kesempatan tersebut, hadir pula Direktur Kerjasama Sosial dan Budaya ASEAN Kementerian Luar Negeri, Riaz Saehu, Direktur Tom Fleming Creative Consultancy, Tom Fleming, dan Chairman Federation for Asian Cultural Promotion, Joe Sidek.
Direktur Kerjasama Sosial dan Budaya ASEAN Kementerian Luar Negeri, Riaz Saehu, menuturkan pada awal berdirinya, ASEAN lebih bekerja sama di bidang politik. Dalam perkembangannya, ASEAN juga percaya kerjasama ekonomi tak kalah penting, tak terkecuali bidang ekonomi kreatif.
Menurut Riaz, ada sejumlah poin penting yang menjadi diskusi serius di ASEAN terkait dukungan ekonomi kreatif, seperti pemberdayaan perempuan dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
“Orang dan komunitas menjadi pusat dari organisasi ini sehingga kerja sama ASEAN pun meliputi banyak aspek,” pungkasnya.
Agenda JFFE 2020 untuk hari ini adalah Diskusi Panel 3 bertema Festival dan Ekonomi Kreatif dengan Keynote Speaker Wishnutama Kusubandio – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang akan dimulai pada jam 09:30 WIB.
Pembicara lain pada diskusi panel ini adalah Apisit Laistrooglai – Director of Creative Economy Agency Thailand, Paolo Mercado – President and Founder Creative Economy Council of the Philippines, Katelijn Vertraete – Director Arts and Creative Industries East Asia British Council, Ricky Pesik – Staff Khusus Kemenparekraf, serta Felencia Hutabarat sebagai moderator.
Dilanjutkan siangnya, mulai jam 13:00 WIB, Diskusi Panel 4 yang bertema Festival Issues and Policy: Approaching WCCE 2021.
Leave a Reply