Spearfishing adalah tema perdebatan yang seru tapi tetap berkesan akrab dan intim antara beberapa tim Endank Soekamti dengan Om Bustar dan Kak Rani di hari-hari awal perjalanan
Spearfishing adalah teknik mencari ikan dengan cara menyelam sambil membawa tombak/spear/harpoon yang akan ditombakkan ke ikan yang jadi sasaran.
Om Bustar dan Kak Rani tidak menyetujui spearfishing karena kebanyakan tak sedikit pelaku praktik pencarian model ini melakukannya benar-benar hanya untuk kesenangan belaka. Bukan karena benar-benar membutuhkan ikan yang ditombak mereka untuk dikonsumsi.
Sehingga sering kejadian ikan-ikan yang sudah ditombak, dibiarkan begitu saja di tengah laut. Ini adalah sebuah kemubaziran.
Belum lagi kebanyakan para pelaku spearfishing ini adalah orang-orang berpunya, yang mampu membeli harpoon seharga jutaan rupiah.
Masih ditambah mereka melakukan spearfishing ini berbekal peralatan menyelam lengkap dengan tabung oksigennya, yang selain harganya tidak murah, peralatan menyelam itu membuat mereka bertahan lama di bawah air.
Kondisi tersebut memperbesar peluang mereka melakukan spearfishing secara membabi buta. Itu berarti banyak kehidupan satwa bawah laut yang terancam dengan kegiatan-kegiatan seperti ini.
Praktik-praktik seperti itu tentu saja tidak bisa dibenarkan dan pastinya akan membuat kegiatan spearfishing ada di pihak yang bersalah.
Di pihak lain, Mas Erix dan tim Endank Soekamti lainnya cenderung tidak keberatan dengan praktik-praktik spearfishing.
Pendapat ini muncul karena lumayan sering melihat para penyelam-penyelam tradisional melakukan spearfishing di film-film dokumenter, kemudian ditambah lagi saat dengan mata kepala sendiri melihat para spearfisher tradisional ini mencari ikan di daerah Teluk Cenderawasih.
Kebalikan dengan para spearfisher tajir yang cenderung menyumbang kerusakan lingkungan tadi, para penyelam tradisional ini malah bisa dibilang turut memelihara kelestarian kehidupan bawah laut.
Ini karena niat awal mereka melakukan spearfishing adalah benar-benar untuk menyambung hidup, mencari nafkah, dan melakukan tugas mulia sebagai tulang punggung keluarga. Bukan sekadar untuk bersenang-senang membuang uang.
Mereka menombak ikan dengan perangkat spearfishing tradisional sederhana buatan mereka sendiri yang harganya jauh lebih murah ketimbang harpoon jutaan tadi.
Saat menyelam mengintai ikan yang jadi sasaran mereka, para penyelam tradisional ini juga pilih-pilih. Mereka punya standar ukuran terkecil ikan yang akan mereka tombak. Jadi kalau anak-anak ikan yang masih kecil-kecil tidak akan mereka sasar. Dengan demikian kelangsungan kehidupan ikan-ikan ini tetap terjaga.
Satu hal lagi yang benar-benar bisa jadi pembeda antara spearfisher perusak dengan spearfisher yang merawat kehidupan bawah laut adalah: para spearfisher sekaligus penyelam tradisional ini, saat mencari ikan sama sekali tidak menggunakan alat bantu pernapasan bawah air.
Satu-satunya alat yang membantu mereka menyelam di bawah air hanyalah kacamata molo alias kacamata selam tradisional buatan sendiri. Jadi selama mereka berburu ikan di bawah air, mereka benar-benar menahan nafasnya dalam waktu yang lama.
Ini membuat durasi menyelam mereka tidak yang menyelam menggunakan tabung oksigen memang, tapi pasti lebih lama jika dibanding orang-orang normal yang menyelam tanpa alat bantu apapun.
Spearfisher jenis ini pastilah tidak bisa kita sebut sebagai perusak kelestarian alam bawah laut, kan?
2 Pingbacks