Dulu oleh para guru di SD dan SMP, saya sering mendapatkan penjelasan bahwasanya berpuasa di bulan Ramadan seperti sekarang ini mirip dengan para pertapa yang sedang “bertapa sederhana”.
Ketika mendengar wejangan tersebut, dalam pikiran kanak-kanak saya, yang terbayang para pertapa berjenggotnya putih panjang, bertapa di goa-goa sepi terpencil, hanya duduk diam bersila dengan mata terpejam, tak makan dan minum berhari-hari, dan sakti.
Imajinasi tersebut muncul dari bacaan, drama radio, dan film-film silat yang banyak diproduksi waktu itu. Karena setting waktu yang digunakan pada referensi tersebut kebanyakan di jaman dahulu kala, maka saya meganggap pertapa hanya ada di masa lalu. Jaman kerajaan-kerajaan kuno.
Namun anggapan itu berubah ketika berkunjung ke sebuah taman nasional, yang juga jadi tempat wisata. Karena memang tujuannya berwisata, mampir di semacam foodcourt untuk makan siang, lihat-lihat sebentar kanan kiri, kemudian kembali pulang ke kota.
Saat itu, sama sekali tidak ada gambaran kalau sebenarnya beberapa kilometer dari lokasi tersebut biasa dijadikan tempat bertapa.
Ketika iseng duduk-duduk di parkiran, bertemu beberapa orang yang bercerita kalau di beberapa gua ada orang-orang yang sedang bertapa di sana.
Untung sebelum saya mengajukan pertanyaan bodoh, “Apakah penampilan mereka seperti para pertapa di film-film silat?”, ada seorang bapak yang menjelaskan bahwa penampilan para pertama itu biasa saja. Sama seperti para pengunjung tempat ini umumnya. Sambil mengarahkan pandangan pada dua orang lelaki yang tampak sedang duduk-duduk di gazebo dekat parkiran itu.
Pakaian orang yang bertapa itu ternyata biasa saja. Sama seperti para pengunjung lain yang sedang bervakansi di sini. Hanya saja para pertama itu juga mengenakan sweater, jaket, dan sarung. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mengusir dingin di waktu malam.
Mereka juga membawa tas, tempat pakaian ganti, peralatan mandi, dan keperluan lain untuk beberapa hari ke depan selama bertapa. Untungnya di tempat wisata tersebut, fasilitas toilet yang baik sudah tersedia, lengkap dengan aliran air bersih yang lancar.
Saya tidak sampai sempat bertanya apa tujuan para pertapa melakukan hal tersebut. Padahal selain ingin mengatahui apa maksud dan tujuannya, saya juga ingin bagaimana aturan dan tata cara yang harus dilakukan ketika mereka bertapa.
Namun terlepas dari hal itu, yang jelas menyendiri di hutan taman nasional paling timur Pulau Jawa, di dalam gua yang hanya beberapa kilometer dari Samudera Hindia, pasti bukan hanya karena alasan sederhana.
Apapun alasan para pertapa tersebut, semoga tujuannya demi kebaikan, kesehatan, kemakmuran, dan siapa tahu ada juga yang ingin agar pageblug ini cepat berlalu. Aamiiiin…
pungkasnurrohman
Taman nasional alas purwo kah mas?
temukonco
benar sekali Mas…
Zam
penasaran juga dengan pertapa itu.. apa yang dicari dan bagaimana hasil dari pertapaannya itu.. 🤔
temukonco
saya ya heran Mas. Sayangnya ndak sempet tanya. Lagian usia mereka relatif masih muda e. Mungkin saja mereka pengen menenangkan hati dan pikiran di tempat terpencil. Tak bayangke ya semacam mindfulness tapi kejawen gitu kali ya?