Bertemu teman, menemukan kawan

Sela

Kenangan Padasan

padasan

Padasan

Apakah padasan itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia daring, padasan adalah tempayan yang diberi lubang pancuran (tempat air wudu).

Dewasa ini, di kota-kota besar memang sukar ditemukan padasan yang berfungsi dengan baik. Bisa jadi karena segala keribetan penggunaan padasan telah disederhanakan oleh keran air yang tinggal putar langsung mengucur air. Kalaupun ada biasanya sifatnya cuma sebagai hiasan, jadi tidak bisa digunakan.

Sementara di pedesaan saat ini juga makin sukar menemukan rumah yang menyediakan padasan di depan rumahnya. Mungkin ketimbang menimba untuk memenuhi padasan, lebih praktis menyalakan pompa air listrik guna mengisi bak penampungan air, lalu tamu yang memerlukan air untuk wudu atau membasuh muka/kaki, dapat langsung menuju sumur/kamar mandi yang disediakan tuan rumah.

Memang dari sisi kepraktisan, pompa air listrik dan jaringan PDAM bisa menggantikan fungsi padasan. Tapi ada fungsi-fungsi lain yang rasanya tak dapat digantikan oleh kemajuan pipa, pompa, dan jaringan distribusi air tadi.

Dulu saya ingat di desa simbah saya, seluruh warga desa menyediakan padasan di depan rumah mereka, dekat dengan jalan. Kadang ada pula pemilik rumah yang menyediakan gayung dari batok kelapa (siwur) sebagai pelengkapnya.

Biasanya dalam sehari, para penduduk desa memeriksa dan jika dirasa perlu mengisi ulang padasan tersebut jika airnya sudah hampir habis sebanyak 2 – 3 kali, yaitu saat sebelum Subuh/sekalian mengambil air wudu, dan pada sore hari selepas Ashar menjelang Maghrib. Tapi diantara waktu-waktu tersebut, ada pula yang memeriksa padasan mereka saat menjelah Dzuhur. Sehingga sirkulasi air di padasan tersebut berjalan baik dan selalu terjaga kebersihannya.

Semua pejalan kaki dapat sewaktu-waktu menggunakan air dari padasan ini. Jika musim hujan, saat lumpur melekat erat di alas kaki dan mengotori betis, mereka dapat membersihkan kaki dan alas kaki mereka di padasan yang mereka temui. Umumnya sebelum memasuki rumah orang yang memiliki padasan tersebut, agar lumpur tidak terbawa masuk ke dalam rumah.

Jika musim kemarau, para pejalan kaki bisa mampir sejenak mencuci wajah dan kaki untuk sedikit mengusir panas. Bahkan saat air masih benar-benar bersih, mereka dapat langsung meminum air dari padasan tersebut untuk melepaskan dahaga di hari yang gerah tersebut.

Nah di sini fungsi-fungsi sosial yang mungkin tak tergantikan oleh kemajuan teknologi. Tentang bagaimana si pemilik rutin memeriksa padasan mereka untuk memastikan siapapun yang akan menggunakan air dari padasan tersebut mendapatkan air dalam jumlah memadai dan bersih. Tanpa perduli apakah si pemilik padasan kenal atau tidak orang tersebut, si pemilik ikhlas melakukannya.

Di sisi lain, orang yang menggunakan padasan ini tanpa disuruh dan diawasi, cukup tahu diri untuk menggunakan air dari padasan tersebut seperlunya dan secukupnya, karena mereka sadar bukan hanya mereka yang menggunakan air padasan ini. Jadi tidak pernah ada ceritanya orang lewat datang bawa jeriken besar mengosongkan isi padasan tersebut. Walaupun tak ada aturan tegas yang melarangnya, tapi tiap orang sadar bahwa hal tersebut tak elok dilakukan. Saru.

Dan, itu semua tak bisa diajarkan oleh keran-keran, dan pipa-pipa air modern yang terpasang di rumah-rumah jaman sekarang. Karena padasan pada dasarnya memang bukan sekadar tempat air belaka.

Originally published at Truly Jogja on February 17, 2015.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.