Gudeg salak. Menemukan foto ini ketika iseng membuka galeri foto digital beberapa tahun lalu, langsung teringat saat diajak kawan-kawan Parti Gastronomi berbagi tentang “Tradisi dan Kreasi Kuliner Jogja Kini” beberapa hari lalu.
Di kesempatan itu saya bercerita tentang gudeg. Mulai dari sejarahnya, cara pandang orang Jogja terhadap gudeg sebagai makanan khas, serta tentang kata “gudeg” yang sesungguhnya bukan bermakna “nama makanan/hidangan” tertentu, melainkan lebih ke “cara atau metode memasak” hidangan/makanan.
Karena “gudeg” ternyata berasal dari kata “ngudhêg” yang bermakna “mengaduk”. Dengan demikian kata “gudeg” sesungguhnya setara dengan kata “goreng” di nasi goreng, “ungkep” di ayam ungkep, “bakar” di ikan bakar, “panggang” di babi panggang, dan semacamnya.
Tentu saja agar lebih meyakinkan, saya memberikan beberapa contoh gudeg dengan bahan baku yang umum ditemui yaitu nangka muda, manggar (bunga kelapa), dan ubi kayu (singkong). Bahkan sempat juga saya tampilkan resep gudeg dari daun kosambi, yang saya peroleh ketika berkunjung ke perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran beberapa tahun lalu.
Namun saya benar-benar lupa kalau sekitar setahun lalu di pameran potensi desa wisata Kabupaten Sleman, saya sempat bertemu dengan Gudeg Salak. Iya benar, salak (Salacca zalacca) yang kulitnya bersisik, buahnya putih, bijinya keras cokelat, dan “jusnya” sering dibuat “mimik-mimik lucu” oleh kawan-kawan super kreatif itu.
Dan baru tadi itu saat melihat foto ini di galeri, jadi ingat kalau sempat berhadap-hadapan langsung dengan gudeg yang bukan nangka muda dan bukan pula manggar.
Padahal saya sendiri yang memotret Gudeg Salak ini di stan pameran Desa Wisata Kadisobo II, desa yang beralamat di Jalan Turi-Sleman/Jln Salak Km 4,5 Trimulyo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sayangnya saya tidak sempat mencicipi bagaimana rasa gudeg salak ini.
Meskipun demikian, dan walaupun di foto itu yang menonjol adalah telur rebus dan tomat sebagai penghias, tapi yang jadi primadona utamanya tetaplah salak.
Tentu saja jangan harapkan salak di gudeg ini akan tetap utuh seperti wujud salak yang belum diapa-apakan. Sebab tentu saja wujudnya sudah berubah lembut karena diaduk berjam-jam selama proses pembuatan gudeg tersebut.
Kalau ingin mencoba gudeg salak, mungkin bisa coba mengunjungi Desa Wisata Kadisobo II di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ini:
Pay
Saya sempet berpikiran gitu sih ketika ayam, telor di nasi gudheg yang enak itu dimasak bareng si nangkanya. Karena rasanya yang khas, itu berarti cara masaknya yang penting, bukan bahannya dan terkonfirmasi oleh tulisan ini. Muahaha, jadi tercerahkan. Thanks mas.
Biar gak oot sama tulisannya, beuh, apa rasanya gudeg salak?mesti dicatet nih buat nanti kunjungan ke Jogja.
temukonco
Kurang lebih sama dengan gudeg dari nangka muda sih. Hanya saja buat beberapa orang rasa salak akan hadir di aftertaste-nya.
Hastira
malah baru tahu juga ini, jadi penasaran
temukonco
Semoga berkesempatan mencicipi yaaa…
Fanny_dcatqueen
Waaahhh ada lagi referensi makanan unik, gudeg salak. Aku blm kebayang rasanya seperti apa mas :D. Gudeg aku suka banget, tapi salak juga.
Dan jd tau kalo arti gudhek itu mengaduk. Aku pikir selama ini nama masakannya, dan bukan metode masak.
Semoga kalo nanti bisa ke Jogja lagi, ada kesempatan untuk nyobain gudhek salak 😀
temukonco
Aamiiiin….
Zam
haduuh.. gudeg manggar saja saya belum pernah nyoba, ini dah muncul gudeg salak..
temukonco
waaah… padahal berapa tahun lagi bakal balik sini Mas? Selak wit salak, wit klapa, dan wit gori punah lho. Hahahaha…