Bertemu teman, menemukan kawan

Sela

Sengkalan: Sebuah pengantar bagi pemula

Sengkalan: Sebuah pengantar bagi pemula

Mas Lantip, seorang kawan yang andal nan ternama di bidang IT maupun “meta-IT”, kemarin di blognya yang baru memposting sebuah artikel yang sangat menarik bagi saya.

Postingannya tentang sengkalan, yaitu semacam penanda waktu, dalam hal ini adalah penanda tahun, yang dikemas dari kata-kata Bahasa Jawa mengandung makna bilangan-bilangan, kemudian dirangkai menjadi sebuah kalimat dengan makna baru tertentu.

Cara membuatnya gampang-gampang sulit.

Langkah pertama, gampang. Angka tahun yang mau dibuat sengkalan, tinggal dibalik saja susunannya. Misalnya tahun kelahiran Melody Nurramdhani Laksani, yaitu 1992, tinggal dibalik saja jadi 2991.

Langkah kedua, sulit. Karena harus mencari kata-kata dalam Bahasa Jawa yang memiliki sifat (sifat lho ya, jadi tak harus sama dengan makna katanya) angka-angka tersebut. Untuk itu, kita harus mencari kata-kata yang memiliki sifat angka 2, 9, dan 1. List sifat angka yang terkandung dalam kata-kata bahasa Jawa bisa dilihat di blogpost Mas Lantip tadi.

Langkah ketiga, lebih sulit. Sebab, walaupun kita sudah menemukan kata-kata yang sesuai dengan sifat-sifat angka tersebut, belum tentu kalau digabungkan bisa menjadi sebuah kalimat yang memiliki makna. Dan kalaupun misalnya kalimat tersebut memiliki makna, belum tentu makna tersebut sesuai dengan maksud si pembuat sengkalan.

Jenis-jenis sengkalan

Dari sumber sistem penanggalan tahun yang dijadikan acuan, sengkalan terbagi menjadi Candrasengkala yaitu yang berasal dari Tahun Qamariah, yaitu tahun yang perhitungannya berdasarkan peredaran bulan. Untuk candrasengkala ini, biasanya yang digunakan adalah Tahun Jawa.

Serta satu lagi Suryasengkala yang tahunnya diambil dari Tahun Syamsiah atau Masehi, yaitu tahun yang perhitungannya berdasarkan peredaran matahari. Jadi tadi tahun lahir Melody, kalau dibuat jadinya termasuk yang suryasengkala.

Kemudian dalam penyuguhannya, juga memiliki beberapa bentuk. Kalau hanya berupa rangkaian kata, namanya Sengkalan Lamba. Contohnya seperti yang sering muncul di buku sejarah, yaitu Sirna Ilang Kertaning Bumi untuk menandai tahun 1400, yang merupakan tahun keruntuhan Majapahit.

Kemudian ada pula yang disebut Sengkalan Memet. Nah kalau ini, dari rangkaian kata-kata yang jadi kalimat tadi, diproyeksikan dalam bentuk gambar, lambang, logo, relief, atau patung. Kalau tidak disertai Sengkalan Lamba-nya, jenis yang ini benar-benar rumit dan sukar untuk dipahami.

Rumit dan sukar dipahaminya karena untuk memahaminya, kita harus benar-benar tak sekadar hafal namun paham benar kata-kata yang mengandung makna angka-angka penyusun sengkalan, yang diwujudkan dalam gambar atau bentuk-bentuk tertentu.

Sengkalan: Sebuah pengantar bagi pemula
“Yogyakarta.004” by ginomempin is licensed under CC BY-ND 2.0

Contoh Sengakalan Memet yang mungkin paling sering ditemui adalah patung sepasang naga yang ekornya saling melilit di Kraton Yogyakarta, yang dimaknai menjadi Dwi Naga Rasa Tunggal. Ini merujuk pada tahun Jawa 1682, saat Kraton tersebut mulai beroperasi.

Untungnya, Mas Lantip sudah meringankan beberapa langkah pembuatan sengkalan dengan membuat script-nya di github yang juga dipasang di blogpost Mas Lantip yang tautannya sudah saya berikan di atas tadi.

Bagaimana, tertantang mencoba membuat sengkalan?

Selain tahun lahir sendiri, tahun perkawinan juga nampaknya seru diutak-atik deh.

4 Comments

  1. Zam

    saya jadi ingat dulu zaman SMP dapat pelajaran Bahasa Daerah (Jawa) termasuk menyusun candrasengkala ini.. untuk sengkala yang lain, saya malah baru tau..

  2. Menarik, Mas. 🙂 Berarti sengkalan yang saya susun bisa beda sama sengkalan yang disusun orang lain?

    • Benar Mas. Sangat bisa. Yang penting maknanya nanti sebisa mungkin sesuai dengan yang kita maksud atau yang kita harapkan.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.