Wang sinawang. Akhirnya awal Juli lalu memulai mencari nafkah di Buitenzorg atau sekarang lebih dikenal sebagai Bogor.
Walaupun berbasis di Kota Hujan ini, tapi dalam prakteknya, akan sering berpergian ke Kalimantan Tengah atau Kalimantan Timur, karena memang di sana letak field di mana organisasi tempat saya bekerja sekarang lebih banyak bergerak.
Itu berarti saya harus meninggalkan kota di mana Istri dan calon anak saya berada. Ya maklumlah, namanya juga mencari rejeki kan?
Tapi setidaknya Bogor lebih dekat jaraknya jika dibandingkan ketika dulu bekerja di Lamno, Aceh Jaya, Aceh, di tahun-tahun awal pernikahan.
Ketika sempat bercerita kepada seorang kawan mengenai kehidupan LDR yang harus dijalani, kawan saya itu (sebut saja namanya Mas Gun), berkomentar, “Hidup itu wang sinawang, tidak usah disesali dan diratapi. Lha wong kebalikan darimu, sebenernya saya sampai sekarang masih ingin sekali berkelana dan berpergian ke mana-mana namun kok ya belum keturutan.”
Wang sinawang atau mungkin Bahasa Indonesianya “rumput tetangga lebih hijau” adalah hal yang cocok untuk menggambarkan hal tersebut, karena di satu sisi nampaknya kehidupan Mas Gun sangat menyenangkan dalam pandangan saya.
Sebagai seorang pegawai negeri sipil yang jujur dan bersih, dan ketika PNS lain sibuk cari “sabetan”, Mas Gun memilih untuk menggarap sepetak sawah peninggalan keluarganya saat setelah subuh sebelum berangkat kantor dan saat sore hari sepulang kantor.
Lahan kosong miliknya di sekitar rumah ditanami dengan singkong, yang daunnya bisa jadi bahan baku untuk masakan sehari-hari di rumah (iya, saya sangat suka sayur daun singkong, direbus langsung sebagai lalapan, apalagi disayur bobor dengan sambal terasi dan telur dadar. Ah jadi jadi lapar…)
Menjelang Maghrib, Mas Gun kembali ke rumah dan bersiap-siap menuju musholla terdekat untuk sholat berjamaah, tak jarang dia yang menjadi imamnya. Selepas Isya’ pulang ke rumah dan bercengkrama dengan anak-anaknya. Sangat ayem dan menyenangkan.
Kembali ke masalah wang sinawang tadi, akhirnya kami bersepakat bahwa jikapun terjadi keajaiban seperti di film-film itu, yaitu ketika bangun tidur ternyata sudah bertukar tempat dan kehidupan, paling pol hanya bisa menikmati kehidupan yang tertukar (kayak judul sinetron..) selama 3 – 4 bulan. Setelah itu, ya fenomena wang sinawang akan kembali menyerang kami.
Moral of the story: Teknik bertukar tubuh dan sekaligus bertukar kehidupan, tidak mampu mengalahkan serangan wang sinawang.
1 Pingback