Hari ini ternyata diperingati sebagai Hari Buku Nasional yang mulai dicanangkan tahun 1980 lalu bersamaan dengan peresmian Perpustakaan Nasional di Jakarta.
Hari Buku Nasional ini mengingatkan saya pada kebingungan saya setiap kali memasuki toko-toko buku, karena entah mengapa semakin lama kok semakin sedikit buku yang masuk daftar “layak beli” bagi saya.
Buku-buku yang ada sekarang kebanyakan menurut saya adalah buku-buku yang sekali baca, sudah selesai. Tak menggoda untuk dibaca lagi, kecuali pas mati gaya, dan itupun tidak begitu efektif mengusir mati gaya, karena paling baru satu bab lewat dikit, biasanya jadi bosan dan malas melanjutkan. Makanya menurut saya tidak “layak beli”, karena bakal jarang disentuh lagi.
Saya pernah ketanggor beberapa kali membeli buku yang dari judulnya nampak heboh, yang menulis cukup terkenal, atau setidaknya sering dibicarakan di sosial media, dan ulasan bukunya seru.
Tapi eh tetapi, setelah selesai saya membacanya, ya sudah, lewat begitu saja, saya tidak mendapat pengalaman membaca yang seru, kering.
Berbeda saat membaca Mendut-nya Romo Mangun, Ronggeng Dukuh Paruk-nya Ahmad Tohari, Para Priyayi-nya Umar Kayam, atau Kematian Donny Osmond-nya Seno Gumira Ajidarma.
OK, kalau mungkin buku tadi dianggap “berat”, coba deh nikmati buku-buku remaja pada pertengahan 80-an sampai 90-an seperti Serial Balada Si Roy-nya Gola Gong, Serial Lupus-nya Hilman (sampai yang “Bangun Dong Lupus”, setelah itu ndak patio sip menurut saya), dan Anak-anak Mama Alin-nya Bubin Lantang.
Meskipun telah membaca berulang-ulang, hingga saat ini saya masih mendapatkan hal-hal baru saat menikmatinya. Bahkan tak jarang masih senyum-senyum sendiri saat di bagian yang lucu.
Berbahagialah kalian para pecinta buku yang menikmati masa muda dan remajanya di tahun 80 – 90-an.
Terakhir saya ke toko buku, seminggu lalu, isinya kebanyakan buku-buku semacam “bagaimana menjadi kaya secara cepat”, keluh kesah remaja yang masih jomblo seolah belum punya pasangan itu semacam aib besar, atau yang lebih nge-tren lagi adalah buku-buku yang secara bulat-bulat memindahkah tweet penulisnya ke dalam bentuk buku.
Biasanya, saya langsung berbalik menuju deretan rak manga. Karena menurut saya, lebih banyak manfaat yang bisa diambil darinya, dan berulang kali membacanya tetap saja menyenangkan.
Nah, Anak Muda, buku apa yang sedang kalian baca sekarang?
vindrasu
Para Priyayi karya Umar Kayam adalah buku berhalaman banyak yang pertama aku baca. Buku Indonesia terkeren sepanjang zaman menurutku. 🙂
temukonco
iya, wangun itu bukunya.. sekarang arep nggolek neng endhi ya? angel e…
vindrasu
Nah itu mas, aku juga ndak tau 🙁
Dian Ers
Saya berencana mengumpulkan buku2 balai pustaka pak Iwan…
Tapi susssstahhhh….benar cara mendapatkannya. Ga tahu lebih tepatnya.
Sekarang saya baru baca ‘Mendadak Haji’ Prie GS…lucu2 bathok lumayan 😀
temukonco
buku-buku balai pustaka yang apa? di Social Agency dan di Terban keliatannya masih ada deh. Di shopping juga ketokke masih ada, tapi di kios yang nyempil-nyempil kae.
Kalo saya sekarang lagi cari buku Para Priyayi-nya Umar Kayam, juga buku dari kumpulan kolomnya di KR itu, serta bukunya Raffles yang History of Java. Semoga bisa dapet semua ya.. Aamiiin..
Wah keliatannya menarik itu “Mendadak Haji” coba nanti saya cari di toko buku, semoga masih ada ya 🙂
Kraeng Mese
Bacaan yang masih terkesan jelas di sanubari saya hingga saat ini : Burung-burung Manyar (Romo Mangun). Beda jauh sama bacaan sekarang. Sepertinya tidak ada penulis kita di jaman sekarang ini yang bisa menghasilkan karya seperti penulis-penulis dulu. Kebanyakan sekarang motivasi menulisnya biar dikenal, biar dapat duit, biar dibilang keren, de-es-be. Tapi semoga saya salah karena masih tetap berharap akan muncul karya besar dari penulis anak muda jaman sa’iki.
temukonco
ah iyaa.. saya juga nyari itu, belum sempet baca sampe sekarang.. 🙁
Neny
Itu dari yang disebut Mas Iwan saya yang belum baca yang Sena Gumira, tapi salah satu buku kesayangan saya adalah Burung-Burung Rantau-nya Romo Mangun (saking jatuh cintanya di semester 3 kuliah saya sudah memutuskan buku itu adalah bahan skripsi saya).
Sekarang sedang baca Origin-nya Dan Brown dan itu pun nggak kelar-kelar, lantaran sedang sibuk sekolah (eh, enggak juga sih, lebih karena sedang maraton nonton Downton Abbey! Hahahha)
temukonco
wah saya ya lagi cari Burung-burung Rantau itu e Mbak… Rak kuwi beda karo Burung-burung Manyar, to? Sibuk sekolah sinambi maraton nonton Downton Abbey, nanti jangan-jangan itu yang jadi bahan thesis e? Wahihihi…
Neny
Beda, Mas. Yang Manyar itu yang lebih populer dan mainstream. Belum lagi yang Ikan-Ikan Hiu, Ido dan Homa atau yang Durga Umayi. Terakhir saya beli di Gramedia karena ada upaya penerbitan buku-buku lama dengan sampul baru (itu juga belinya karena mengganti yang dipinjam entah siapa, hedeh). https://www.gramedia.com/products/burung2-rantau-cover-baru Saya rekomendasikan banget buku ini.
Haduh, ini sekolah yaaaaa, mumet tiada tara sehingga mendingan nonton Downtown Abbey saja…
temukonco
saya cek di gramedia dan goodreads… jadi tergoda buat beli… waaaa… 😀
Yeni Setiawan
Sepakat Mas, buku-buku yang banyak beredar sekarang kualitasnya “sekali baca”. Ha mending saya baca di internet saja kalau cuma untuk sekali baca.
temukonco
tapi kadang saya kecelek e Mas… Kebacut beli bukune jebul ya mung sekali baca. Terus ya dikasih ke orang lain atau tak jual sisan biasane. 😀