Bertemu teman, menemukan kawan

Musik

Didi Kempot tak selalu ambyar

didi kempot tak selalu ambyar

Nama besar Didi Kempot saat ini seolah tidak bisa dipisahkan dengan sebutan Lord of Broken Heart, sebuah gelar yang diberikan oleh para penggemarnya.

Semua itu tentu saja karena lagu-lagu populer yang dibawakan Didi Kempot, kebanyakan berkisah tentang kesedihan dan patah hati, yang membuat perasaan para pendengarnya turut hancur berkeping-keping. Tak heran kalau para penggemarnya tersebut menjuluki diri sebagai Sobat Ambyar.

Namun bagi mereka yang mengikuti perjalanan Didi Kempot sejak pertama kali terjun ke dunia tarik suara, biasanya tahu selain lagu-lagu yang membuat para pendengarnya mbrebes mili kemudian viral, ada juga lagu-lagu yang ceria, bersemangat, dan jenaka.

Meskipun tidak semua hasil karyanya, berikut ini beberapa lagu yang tidak bisa, atau setidaknya sukar, untuk dikategorikan dapat membuat ambyar para pendengarnya.

Nanggap Campursari

Rasanya tidak berlebihan jika lagu ini terlebih dahulu ditampilkan pada list ini. Selain karena menyebut-nyebut Campursari, genre yang sering dibawakan Didi Kempot, juga karena di lagu ini ada kegembiraan yang berlapis-lapis.

Mulai dari rencana mengajak pasangannya menikah bulan depan, hal yang jarang ditemukan di lagu-lagu bertema patah hati. Lalu persiapan-persiapan yang akan dilakukan, seperti mengundang tetangga dan nanggap kelompok seni Campursari sebagai hiburan di resepsi pernikahannya selama sehari semalam.

Tentu saja tidak ketinggalan ada juga gambaran bagaimana cinta yang indah dan menyenangkan di antara kedua calon mempelai di dalam lagu tersebut.

Bahkan, demi menjaga kebahagiaan dan keriangan selama pesta pernikahan tersebut tidak terganggu listrik padam, di lagu ini juga diceritakan kalau sang calon penganten telah menyiapkan Plan B, berupa sewa diesel atau accu.

Kuncung

Meskipun kalau dilihat dari liriknya lagu ini menceritakan penderitaan, tapi karena dibawakan dengan jenaka dan musik riang, maka kesedihan yang tertuang diteks-nya tidak dicerna dan diterima sebagai sesuatu yang menyedihkan layaknya mendengar lagu ambyar.

Apalagi lagu ini disampaikan dengan cara bertutur layaknya orang yanng sedang mendongeng. Sehingga berbagai kesengsaraan di masa lalu yang diceritakan di lagu ini, diterima dan dilihat dari sudut pandang kekinian yang kondisinya jauh lebih baik. Sehingga penderitaan-penderitaan masa lalu tersebut dengan lapang dada ikhlas diterima sambil dengan getir sama-sama ditertawakan..

Apalagi ada senggakan-senggakan atau celetukan-celetukan tengil di sela-sela lagu, yang seolah turut mengomentari atau ngece repotnya hidup di jaman dahulu masa penjajahan.

Saking tengilnya, sampai-sampai saya pernah mendengar kumpulan pemuda dipinggir jalan menyanyikan lagu ini, yang dengan seenak udel-nya sendiri mengubah salah satu kalimat senggakan di lagu ini dengan kalimat rekaan sendiri, seperti: “Le ngocok nganggo lendhut“.

Singkatnya, agak susah mencari orang jadi menangis ketika menyanyi atau mendengarkan lagu ini.

Mesti Penak

Beberapa lagu ambyar Didi Kempot yang populer beberapa waktu belakangan ini, sering bercerita tentang lelaki tersakiti karena gagal dalam urusan cinta lantaran kalah dari sisi harta.

Nah, lagu Mesti Penak ini bisa dibilang sebagai antitesis dari lagu-lagu ambyar tadi. Bagaimana tidak, isinya tentang seorang pria yang bisa dibilang agresif mengajak pasangannya menikah.

Demi keinginan itu terwujud, si pria sampai meyakinkan kalau pasti enak deh kalau mau menjadi istrinya. Kemudian dilanjutkan dengan membanggakan ketampanan dan kemewahan yang dimiliki, yang pastinya akan mudah memenuhi apapun permintaan perempuan yang ingin diajak menikah itu.

Meskipun sempat diceritakan bagaimana perjuangan si pria memperjuangkan cita-citanya itu. Seperti dibela-belain tidak tidur 7 malam dan berpuasa 7 bulan.

Tapi ya tetap aja, tampan dan kekayaanlah yang tetap jadi unggulan.

Plong

Mungkin ini adalah salah satu lagu rancak Didi Kempot yang paling akrab ditelinga penggemarnya setelah Cucakrowo. Judulnya pun singkat dan mudah diingat.

Bercerita tentang kelegaan seseorang karena telah lepas beban yang selama ini membuatnya pusing, deg-degan, dan kangen.

Semua itu lantaran apa yag selama ini ditunggu-tunggu dan dirindukan, tanpa dinyana dan diduga telah kembali.

Meskipun tidak jelas apa dan siapa yang akhirnya pulang setelah lama dirinduka tersebut, namun para pendengar lagu ini bisa turut merasakan kegembiraan dan kelegaan yang dialami oleh si penyanyi. Ikut merasa plong!

Sekonyong-konyong Koder

Lagu ini sebenarnya bercerita tentang penderitaan seorang pria yang mendadak mati-matian mencintai seorang perempuan penjual lemper super.

Penderitaan yang dialami bukan karena si perempuan menolak atau karena ada lelaki lain yang lebih tampan atau lebih kaya yang merebutnya. Bukan pula karena pihak orangtua yang tidak merestui.

Melainkan karena rasa cinta yang mendadak muncul dan membara terhadap Mbak-mbak penjual lemper tersebut, usut punya usut ternyata bukan karena tumbuh tulus dalam hari si pria, melainkan akibat praktik ilmu pelet yang dilancarkan si perempuan. Pantaslah kalau rasanya pikiran jadi terganggu dan tubuh seolah rusak.

Dan semua itu seperti biasa dibawakan dengan jenaka serta semangat mentertawakan kemalangan nasib sendiri.

Taman Jurug

Dari sekian banyak lagu berlatar belakang lokasi wisata yang pernah dinyanyikan Didi Kempot, bisa jadi hanya lagu ini yang tidak berkaitan dengan kesedihan, kerinduan, atau kenangan ditinggal kekasih.

Karena hampir keseluruhan lirik lagu yang berirama riang ini menceritakan suasana dan keindahan Taman Jurug yang ada di tepi Bengawan Solo, tempat para muda mudi biasa bertemu dan bersuka ria, siang dan malam.

Satu lagi yang istimewa pada lagu ini. Penggunaan majas personifikasi pada kalimat “cahya ning wulan nrajang pucuk ing cemara” mengingatkan saya pada majas serupa yang digunakan W.S. Rendra pada karyanya Balada Terbunuhnya Atmo Karpo pada bagian “Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para“. Keren.

Kopi Lampung

Selain lagu-lagu berlatar belakang tempat-tempat wisata, sebenarnya lagu berlatar belakang kuliner lokal setempat seperti ini juga seru sebenarnya.

Walaupun sempat menyebutkan lokasi Merak – Bakauheni namun karena judulnya Kopi Lampung, maka yang banyak diceritakan di sini seputar Kopi Lampung dan kegiatan-kegiatan yang mendampingi menikmati kopi tersebut.

Tentu saja tetap ada kisah tentang perjalanan akan menemui sang kekasih si penjual kopi Lampung yang lama tak dijumpai. Semua dipaparkan dengan gembira di sini.

Ngomong-ngomong, sudah tahu kan kalau Kopi Lampung itu kebanyakan berasal dari Bengkulu?

Penyiar Radio

Lagu ini juga unik, bisa dibilang kebalikan lagu-lagu lain yang ada di tulisan ini.

Uniknya karena memang benar lagu bertempo lambat ini bisa dengan mudah dianggap sebagai lagu ambyar.

Namun kalau melihat liriknya, sama sekali tidak ada ambyar-ambarnya. Lha wong ini cerita tentang kekaguman pada penyiar radio, terutama karena suaranya yang enak didengarkan sehingga menyenangkan mereka yang mendengarkannya.

Bisa jadi karena musiknya dikemas seperti musik-musik pop cinta-cintaan tahun 80-an yang mendayu-dayu, maka kesan yang muncul adalah lagu ambyar.

Pokoke Melu

Meskipun lagu ini sudah dirilis jauh sebelum Didi Kempot terkenal sebagai Lord of Broken Heart, namun di masa itu lagu-lagunya yang populer memang lagu bertema kesedihan atau ditinggalkan kekasih. Bahkan sampai menjelajahi seribu kota demi menemukan kekasihnya yang hilang meninggalkannya.

Itu sama sekali berbeda dengan yang disampaikan lagu ini, yang menggambarkan betapa si perempuan benar-benar tidak ingin ditinggal oleh si pria. Bahkan saking posesifnya, si perempuan selalu ingin ikut ke manapun perginya si pria.

Dengan mindset seperti itu, tentu saja saya sempat tidak percaya kalau ini adalah lagu milik Lord of Broken Heart. Apalagi di awal-awal lagu, yang terdengar adalah suara penyanyi perempuan.

Barulah beberapa waktu kemudian terdengar suara Didi Kempot di sini, yang menenangkan si perempuan dan mau mengajaknya pergi ke masa saja.

Oh iya, untuk suara vokalis perempuannya, saya kok lebih cocok versi Yan Vellia ya, ketimbang versi Murni Brebes ini. Entah kenapa kok rasanya bikin gemes-gemes piye gitu…

Bungkus Saja

Percaya atau tidak, di lagu ini saya pertama kali mengenal seorang Didi Kempot. Kalau tidak salah di acara Aneka Ria Safari TVRI. Baru berapa waktu lalu tahu kalau ternyata ada versi video klipnya.

Selain lagu, hal yang selalu diingat adalah bagaimana perhatian dari awal hingga akhir lagu selalu fokus ke penyanyi pria. Benar-benar mengamati dan memperhatikan.

Untuk mengetahui, dari mana asal-usul penyanyi ini memakai kata “Kempot” di belakang nama depannya? Karena dari sisi penampakan, tidak ada kempot-kempotnya sama sekali.

Untuk lagunya sendiri, jelas tidak ada ambyarnya sama sekali, dan belum beraliran Campursari, serta nampaknya lagu ini bukan ciptaan sang Lord sendiri.

6 Comments

  1. Zam

    baru tau kalo kopi lampung kebanyakan dari Bengkulu 🤯

    • Bener Mas. Biasanya kita baru tahu fakta ini kalau kita ke Bengkulu-nya. Ndilalah temen-temen saya ada beberapa yang orang Bengkulu, dan mereka membenarkan fakta ini.

  2. Adhika Atyanta

    Kopi lampung itu kaya Bika Ambon, yang ternyata dari medan.. 🙂

  3. Lagu-lagu Didi Kempot sing ra ramah sobat ambyar iki… khususon lagu “Penak Tenan”, biasane Didi Kempot ki lagune soal lanangan sing kere, tapi khusus sing iki, dadi sugih.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.