Jogja Festivals Forum And Expo (JFFE) 2020 berakhir kemarin, Jumat (20/11), setelah sebelumnya berlangsung selama empat hari.
Selama waktu tersebut, JFFE 2020 telah mengumpulkan para pemangku kepentingan festival di Jogjakarta guna mendukung terwujudnya peraturan daerah mengenai festival.
Direktur Pelaksana Jogja Festivals, Dinda Intan Pramesti Putri, menuturkan perda bisa membuat pegiat festival semakin yakin menyelenggarakan acaranya. Manajemen festival pun lebih baik dan berkelanjutan.
Selain mendorong keberadaan peraturan daerah, JFFE 2020 juga ingin mensinergikan para pemangku kepentingan festival demi terwujudnya ekosistem festival yang baik di Jogjakarta. Sinergi tersebut dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman di antara para pemangku kepentingan tersebut.
“Selama ini memang masih ada missing link, jadi ketika ada satu festival digelar, belum semua pemangku kepentingan tahu dan bergerak,” ujar Dintan.
Padahal menurutnya Dintan, seharusnya para pemangku kepentingan bisa saling bersinergi. Sehingga tiap bidang bisa secara bergerak bersama-sama mendukung.
“Festival itu luas cakupannya, jika semua saling dukung akan terlihat Yogyakarta sebagai kota festival yang sudah matang,” lanjutnya.
Ia menuturkan berdasarkan perbincangan dengan perwakilan ASITA DIY, konten berupa destinasi wisata sudah mulai tidak diminati. Menanggapi hal itu, Dintan menyarankan mengubah pola pikir dengan menempatkan festival menjadi konten utama.
Pertimbangannya, tren wisatawan saat ini memilih tinggal lama di sebuah destinasi wisata karena ada acara atau festival di tempat itu. Setelah festival selesai, mereka baru mengunjungi objek-objek di destinasi wisata tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharjo saat ini sedang menyusun road map supaya bisa mewujudkan tujuan dari pegiat festival di Yogyakarta.
Menurutnya masih ada pegiat festival yang belum paham terkait dukungan pemerintah dalam sisi anggaran.
“Baru sebagian kecil yang paham kalau pemerintah menganggarkan dana untuk mendukung sebuah kegiatan harus memakai pola perencanaan, artinya pengajuan proposal bisa satu atau dua tahun sebelumnya,” kata Singgih.
Selain itu, Singgih juga menilai perlu penguatan di kalangan organisasi perangkat daerah (OPD) supaya bisa saling bersinergi.
“Di lingkup pemda, perlu ada dirijen berupa satu lembaga yang memberikan arahan yang pasti mengingat sebuah festival melibatkan banyak OPD,” ujarnya.
Antropolog UGM LS Don Charles mengatakan secara akademik, festival merupakan peristiwa multi purposes yang bisa dimanfaatkan di berbagai dimensi, ekonomi, diplomasi budaya, selain tentu saja kreativitas.
“Sebagian besar masyarakat memandang festival sebagai pesta, gratis, hura-hura, jangan dilupakan ada dampak ekonomi lokal yang disebut multiplying effect,” ujarnya.
Ia berpendapat di Yogyakarta memang ada beragam festival dengan pengertian yang bermacam-macam, mulai dari acara gratis sampai ajang bertemunya orang-orang.
“Di Yogyakarta, justru masih jarang dilihat festival sebagai ajang promosi,” pungkasnya.
Leave a Reply