Klepon, Belalang Goreng, Lontong Kupang, dan Clorot telah banyak dikenal sebagai kuliner Indonesia. Namun belum tentu banyak pula yang tahu kalau ternyata ada beberapa aturan tak tertulis untuk menikmatinya. Silakan simak sampai akhir.
Klepon
“File:Klepon Side View.jpg” by Joseagush is licensed under CC BY-SA 4.0
Makanan tradisional berupa bola-bola kecil dari tepung ketan yang berwarna hijau karena daun pandan, dilumuri parutan kelapa, dan berisi gula merah cair ini memiliki beberapa yang tak jarang menimbulkan kesalahpahaman.
Sebab di Jawa, ia dikenal sebagai klepon. Akan tetapi di beberapa wilayah di Sumatera, orang-orang mengenalnya sebagai onde-onde. Padahal onde-onde sendiri di Jawa adalah panganan dari tepung beras berbentuk bola dilumuri biji wijen, dan dimasak degan cara digoreng.
Nah yang akan dibahas di sini adalah klepon yang warna hijau, berisi gula merah cair, dan dimasak dengan cara direbus.
Klepon adalah salah satu panganan yang sebenarnya ada aturan tak tertulis yang sebaiknya dipahami sebelum mencicipinya.
Aturan tak tertulis untuk mencicipi klepon ini relatif sudah umum dan banyak yang mengetahuinya. Sederhana saja:
Sebisa mungkin langsung memasukkan seluruh bulatan kecil klepon itu ke dalam mulut, baru kemudian digigit.
Kalau tetap ngeyel memilih untuk menggigitnya dulu sebagian (karena khawatir kalau mengemplok semuanya akan dianggap tidak behave), maka risiko yang mengancam adalah gula merah cair yang ada di dalam klepon itu akan muncrat ke mana-mana. Akibatnya bisa menodai pakaian atau orang yang berada di dekat si ngeyel ini.
Oh iya, aturan tak tertulis ini juga berlaku untuk panganan lain yang bernama cemplon.
Belalang Goreng
Kuliner ekstrem bagi sebagian orang dan kuliner klangenan bagi sebagian orang lain, membuat belalang goreng makin terkenal di mana-mana dan menjadi salah satu alternatif oleh-oleh dari Gunungkidul.
Melihat penampakannya, wajar saja kalau ada yang gilo sehingga tidak punya nyali mencicipi makanan yang dalam bahasa setempat lebih dikenal sebagai Walang goreng. Padahal kalau membulatkan tekad dan menguatkan niat, sesungguhnya —setidaknya menurut lidah saya— rasanya tidak jauh beda dengan udang sungai goreng kering yang rasanya gurih manis.
Namun ada juga beberapa orang yang benar-benar kapok mencicipi serangga goreng renyah ini karena tidak lama setelah menunaikan petualangan kuliner tersebut, badannya gatal-gatal.
Konon gatal-gatal itu muncul karena orang yang mencicipi alergi terhadap protein yang ada di belalang goreng tersebut.
Nah, biasanya hal tersebut bisa dicegah dengan segera meminum air kelapa hijau beberapa saat setelah mencicipinya.
Jadi bagi beberapa orang yang ngidam belalang goreng, tapi punya masalah dengan alergi, biasanya mereka sudah berbekal kelapa hijau, susu putih kalengan, atau sekalian obat anti alergi.
Lontong Kupang
Air kelapa muda pula lah yang, dalam aturan tak tertulis, sebaiknya jadi pendamping kalau menyantap lontong kupang.
Kata “Kupang” di sini bukan merujuk pada ibukota Nusa Tenggara Timur, melainkan pada bahan utama hidangan ini yaitu kupang beras atau kupang putih (Corbula faba).
Nah, ada yang percaya kalau setelah menyantap hidangan ini, bagi yang perutnya tidak kuat, bisa-bisa akan merasa mules dan bahkan diare. Efek samping tersebut bisa dinetralisir dengan minum air kelapa muda.
Itulah alasannya, warung-warung yang menual lontong kupang biasanya menyediakan kelapa muda alias degan sebagai salah satu menu minumannya.
Clorot
Awalnya saya menyangka ini adalah kudapan khas daerah Purworejo. Namun setelah usut punya usut, ternyata panganan berbahan utama tepung beras dan gula merah ini juga ditemukan di Bali dan Lombok.
Bahkan, kudapan manis berbentuk kerucut dibungkus janur/daun kelapa dan berbentuk kerucut ini, juga umum ditemukan di Malaysia dan Brunei. Di dua negara tersebut, clorot ini dikenal dengan nama jelurut.
Karena bentuk, tekstur, dan kemasannya unik, setidaknya ada dua cara menikmatinya.
Pertama, ada yang dengan didorong dari bawah pelan-pelan. Jadi clorotnya sedikit demi sedikit muncul. Nongol kenyil-kenyil gitu, langsung digigit.
Cara kedua agak sedikit brutal, yaitu dengan membuka semua bungkus janurnya. Jadi si clorot dilucuti sampai telanjang bulat kerucut gitu. Kemudian baru dinikmati. Kalau ingin menggunakan cara kedua ini, pastikan tangan dalam keadaan benar-benar bersih. Baik sebelum maupun setelah menyantapnya.
Namun menggunakan cara manapun untuk menikmatinya, harap perhatikan betul tips untuk pemula ini:
Saat menikmati kue ini, sebaiknya jangan sekali-kali melakukan kontak mata dengan lelaki, terutama yang ada di hadapan kalian.
Sekali lagi, jangan.
Hastira
wah hrs ada cara makannya yang benar ya, aduh kalau pakai acara alergi sih arda takut juga ya, mungkin pilih yg aman saja. aku paling suka klepon, digigit ces rasa gula merahnya itu, tapi sayang ada beberapa yg masukin gula merahnya sedikit shg saat digigit gak kearsa gula merahnya , itu bikin keki
temukonco
waaaah… susah juga ya? Tapi emang paling bener cari yang aman sih. 🙂
Deddy Huang
iklannya kocak banget ya.. aku suka makanan tradisional ini baik klepon maupun celorot.. cuma kalo di palembang aku gak pernah ketemu celorot hehe pas ke bandung aja banyak yang jual.
temukonco
Mungkin karena cara membungkusnya yang agak ribet, orang jadi males bikin Mas. Kudu dililit-lilit kayak spiral gitu e… 😀
dirmanto.web.id
Untuk klepon, saya setuju. Masukkan seluruhnya, lalu.. nyesss.. manisnya maksimal. 🙂
temukonco
Benar Mas. Sensasi kenikmatannya berkali lipat meningkat.